Jika cerita
tentang Kerajaan Nusatembini berasal dari masa Hindu Budha, maka cerita tentang
Kadipaten Donan diperkirakan pada periode awal perkembangan Islam di Tanah
Jawa. Donan tidak berlokasi di dekat
pantai selatan Cilacap, tetapi di daratan bagian utara, sekarang masuk
sekitar Kota Cilacap.
Dalam cerita
itu dikatakan bahwa Donan pada mulanya merupakan daerah hutan. Daerah itu mulai
dibuka menjadi daerah pemukiman migrasi orang-orang Banyumas. Salah satu
kelompok pendatang adalah rombongan Raden Ronggosengoro utusan dari Adipati
Mrapat, seorang menantu dari Adipati Wirasaba. Raden Songgosengoro beserta
rombongannya akhirnya menetap di wilayah itu. Ia pandai memimpin rakyat dengan
mengubah daerah Donan yang semula sepi menjadi pemukiman yang ramai.
Ronggosengoro kemudian diangkat menjadi Adipati di Donan oleh Adipati Wirasaba.
Di bawah
kepemimpinan Adipati Ronggosengoro daerah Donan secara berangsur-angsur berubah
menjadi daerah yang ramai dan makmur. Penduduknya hidup dalam kecukupan, tidak
kekurangan sandang maupun pangan. Keamanan terjamin sehingga penduduk tidak
merasa cemas tinggal di wilayah Donan.
Kondisi Donan
yang aman dan tenteram menjadi terusik ketika ada gangguan makhluk aneh ke
wilayah Donan. Gangguan itu berupa seekor burung raksasa yang oleh orang
setempat disebutnya sebagai ”Garuda Beri”. Burung raksasa ini konon sering
menerkam hewan-hewan milik penduduk Donan. Bahkan juga menerkam manusia yang
berusaha mempertahankan binatang kesayangannya yang hendak diterkam oleh si
burung raksasa tersebut. Burung raksasa
itu bersarang di Pulau Nusakambangan. Untuk mengatasi persoalan itu sang
adipati berusaha mengerahkan segala kekuatan rakyatnya untuk membunuh binatang
tersebut, tetapi selalu gagal.
Kegagalan
menangkap binatang yang meresahkan masyarakat Donan tersebut mengusik sang
adipati untuk mencari cara lain. Berkat petunjuk dari ahli nujumnya yang
mengatakan bahwa burung tersebut dapat dimusnahkan dengan pusaka Kesultanan
Demak, maka ia menghadap ke Kesultanan Demak untuk meminjam pusaka Demak yang
bernama Kyai Tilam Upih. Permintaan sang adipati meminjam pusaka Demak tersebut
ternyata dikabulkan oleh Sultan Demak. Sayang sekali setelah pusaka itu
berhasil dipinjam, namun tidak seorang pun yang mampu menggunakannya dengan
baik untuk membunuh Garuda Beri.
Oleh karena
selalu gagal dalam memusnahkan binatang berbahaya itu, diceritakan bahwa
Adipati Donan menggelar sayembara. Dalam sayembara tersebut sang Adipati
menjanjikan hadiah putrinya bagi siapapun yang berhasil menangkap dan membunuh
Garuda Beri tersebut.
Sayembara itu
ternyata menarik perhatian para Adipati Anom di daerah lain. Mereka berdatangan
untuk menunjukkan kesaktiannya dalam menangkap binatang berbahaya tersebut.
Mereka berharap sekali dapat menangkap binantang itu karena hadiahnya yang
cukup menggiurkan, seorang putri yang cantik jelita. Akan tetapi ternyata para
adipati tersebut tak satupun yang berhasil menaklukan garuda Beri. Para
petarung menjadi takut dan lari terbirit-birit akibat serangan ganas dari
binatang siluman tersebut. Sebagian dari mereka mengalami cedera, dan sebagian
lagi mengurungkan niatnya mengikuti sayembara.
Dengan
kegagalan para Adipati Anom dalam mengikuti sayembara menangkap Garuda Beri,
maka sang Adipati Donan menjadi putus harapan. Sang Adipati selalu merenung untuk mencari cara bagaimana
mengalahkan binatang yang meresahkan
rakyat Donan tersebut. Dalam suasana kesedihan tersebut datanglah
seorang pemuda dengan wajah yang tampan dan halus perangainya. Pemuda itu
adalah seorang perjaka ”Santri Undig” yang disebut pula sebagai Bagus Santri.
Di hadapan Sang Adipati Donan, ia menyampaikan niatnya untuk mengabdikan diri
di Kadipaten Donan, ia akan bekerja apa saja demi Donan dan akan melaksanakan
titah baginda dengan penuh kepatuhan. Sang Adipati yang mendengar permohonan
Bagus Snatri tersebut menyatakan tidak keberatan, bahkan menerimanya dengan
senang hati dengan syarat ia sanggup membunuh binatang Garuda Beri yang telah
meresahkan rakyatnya. Meskipun Bagus Santri mengetahui bahwa syaratnya cukup
berat, namun tekadnya yang bulat membuat menerima tawaran Sang Adipati Donan
tersebut.
Sesungguhnya
Bagus Santri adalah seorang utusan dari Demak. Ia diutus Sultan demak untuk
mengambil kembali pusaka Demak yang cukup ampuh, ”Cis Tilam upih” yang sudah
lama tidak ada di istana. Dengan diterima menjadi hamba Adipati Donan dan
berhasil menangkap Garuda Beri, maka ia berharap pusaka Demak tersebut dapat
diambil kembali.
Santri Undig
tidak serta merta menangkap Garuda Beri. Untuk sementara waktu ia harus tinggal
di Kadipaten Donan untuk mempelajari situasi dan kondisi bahaya tersebut.
Setelah beberapa waktu tinggal di Donan, ia menghadap sang Adipati untuk
menyampaikan uneg-unegnya. Pertama, sebelum membunuh Garuda Beri, ia terlebih
dahulu meminta dibuatkan ”lubang yang dalamnya setinggi manusia”. Kedua, ia meminta agar disediakan kain kain putih
selebar hasta. Ketiga, ia diperkenankan meminjam pusaka Cis Tilam Upih. Kecuali
permintaan ketiga, permintaan Bagus Snatri segera dikabulkan oleh sang adipati.
Sementara itu permintaan ketiga baru bisa dikabulkan setelah ia berkali-kali
meyakinkan sang adipati bahawa burung tersebut baru dapat dibunuh dengan Cis
Tilam Upih.
Dengan
dikabulkannya semua permintaan, Bagus Santri kemudian mempersiapkan untuk
menangkap Garuda Beri. Setelah perlengkapan yang diperlukan tersedia, Bagus Santri
mengambil air wudhu dan sholat sembari berdoa agar dikabulkan oleh Allah
SWT dalam melaksanakan tugas berat
tersebut. Dengan diniati memberantas kejahatan dan kekejaman, maka Bagus Santri
memiliki motivasi yang kuat untuk membunuh Garuda Beri. Setelah bersembahyang
dan membaca doa selamat, santri Undig mengenakan kain putih pemberian Adipati
Donan. Kain putih itu digunakan untuk membungkus dirinya hingga tidak kelihatan
badannya dan membentuk gumpalan putih. Dengan mengenakanpakaian itu, maka tidak
tampak manusian jika dipandang dari jarak jauh. Dari kejauhan lebih mirip sapi dengan kulit putih.
Berpakain seperti itu merupakan taktik Bagus Santri agar Garuda Beri yang
melihat dari angkasa mengira benda putih yang terlihat adalah sapi dengan
begitu garuda Beri akan segera menerkamnya. Dalam posisi seperti itu ia menuju
ke tempat terbuka tempat dibangunnya sebuah pondok bertiang tinggi. Tidak jauh
dari lokasi itu juga terdapat sebuah lubang setinggi manusia yang digunakan
sebagai tempat untuk melawan Garuda Beri.
Peristiwa akan
adanya pertarungan antara Bagus Santri dengan burung raksasa mengundang
khalayak untuk melihatnya. Mereka melihat akan adanya pertarungan antara Garuda
Beri dengan Bagus Santri. Para warga Donan dengan penuh ketegangan menantikan
detik-detik terjadinya pertarungan tersebut.
Menunggu
kedatangan makhluk aneh, Bgaus Santri bersila di panggok sambil bersemedi
seraya memohon pertolongan Tuhan Yang Maha Kuasa agar dapat berhasil
menjalankan misi sucinya, menumpas Garuda Beri. Tidak lama kemudian, dari arah
selatan (P. Nusakambangan) terlihat bayangan hitam yang terlihat di angkasa.
Bayangan itu makin mendekati posisi Bagus Santri. Penduduk yang melihatnya
menjadi ketakutan dan bertanya-tanya dalam hati apa yang akan terjadi. Garuda
Beri kemungkinan menganggap bahwa gumpalan warna putih itu adalah seekor sapi
atau kambing besar yang bisa dimangsa. Garuda Beri beberapa kali mengitari dan
mengamati benda putih itu, hingga rupanya ia berkeyakinan bahwa yang dihadapi
adalah magsa yang lezat. Dengan sigap Garuda Beri itu kemudian menyambar
mangsanya., Bagus Santri yang berbalut kain putih. Sementara itu Bagus Santri
sudah siap untuk memberikan perlawanan. Ketika Garuda Beri menukik ke bawah,
Bagus Snatri masuk ke dalam lubang tanah yang telah dipersiapkan itu. Ketika
cakar Garuda Beri berdiri di atas lubang, Bagus Santri dengan sigap menancapkan
pusaka Cis Tilam Upih pada bagian paha dari burung raksasa itu. Burung itu
meraung kesakitan dan terbang kembali ke angkasa.
Garuda Beri
yang telah mengalami luka di bagian pahanya itu sudah tidak memiliki
keseimbangan dalam mengayunkan tubuhnya di angkasa. Binatang itu kemudian
hinggap di pohon ketapang yang amat besar di tepian sebuah pantai Cilacap.
Pohon raksasa itu tidak mampu menahan beban berat dari tubuh burung raksasa itu
hingga rantingnya bengkok hampir menyentuh tanah. Garuda beri hendak terbang
kembali, dan kerena tubuhnya telah terluka parah maka ia hanya dapat
melayang-layang pada ketinggian yang rendah. Goresan luka akibat tusukan pusaka
Demak iyu menyebabkan daya tahan tubuh Garuda Beri menurun tajam dan akhirnya
jatuh ke tepian anak sungai yang tidak jauh dari Sungai Donan bagian timur.
Orang percaya
bahwa cerita tentang matinya Burung Garuda Beri ini dibuktikan dengan
peninggalan sejarah berupa suatu tempat di Cilacap yang dikenal dengan nama
”Grumbul Ketapang Dengklok”. Artinya pemukiman tempat pohon ketapang yang
begkok akibat tidak ampu menahan beratnya Burung Garuda Beri yang sedang sakit
menjelang ajalnya.
Keberhasilan
Bagus Santri membunuh Garuda Beri disambut sukacita di seluruh Kadipaten Donan.
Sukacita terlihat sekali diraut wajah sang Adipati yang kemudian menekati Bagus
Santri dan memluknya erat-erat. Sementara itu rakyat bersorak-sorai
mengelu-elukan kepahlawanan Bagus Santri. Kegembiraan rakyat Donan bisa
dipahami karena dengan terbunuhnya garuda Beri, maka rasa mencekam yang mereka
rasakan tiap hari telah hilang. Sementara itu Sang Adipati juga merasa telah
berhasil menyelamatkan penduduknya dari marabahaya.
Adipati Donan
tidak ingkat janji, ia segera menyerahkan putrinya nan cantik jelita kepada
Bagus Santri, akan tetapi Bagus Santri tidak segera menerima hadiah putri
tersebut. Bagus Santri justru menyerahkan putri tersebut untuk menjadi istri
Adipati Bagong, seorang Adipati di Limbangan. Alasan Bagus Santri tidak
menerima sang putri karena Bagus Snatri belum berkeinginan menikah dan masih
senang berkelana menyebarkan agama Islam.
Bagus Santri
yang cukup cerdik tersebut ternyata adalah Sunan Kalijaga. Ia mendapat tugas
dari Sultan Demak untuk mencari dan mengambil kembali pusaka Demak Cis Tilam
Upih. dengan demikian, cerita tentang peristiwa di Kadipaten Donan tersebut
adalah dapat dianggap sebagai masa awal penyebaran Islam di telatah Cilacap.
(Sumber: Buku
Pengkajian dan Penulisan Upacara Tradisional di Kabupaten Cilacap, oleh Dinas
Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Jawa Tengah Tahun 2006.)
0 komentar:
Posting Komentar